- FLOSS sulit dipakai.
- FLOSS tidak aman.
- Kualitas FLOSS buruk.
- FLOSS tidak dapat menjadi penghasilan.
- Produksi bisnis tidak bisa kalau tidak pakai perangkat lunak proprietary.
Hal-hal di atas merupakan pendapat yang mungkin muncul dari fakta yang dialami oleh masing-masing individu.
Teorinya, dengan FLOSS republik ini seharusnya mampu:
- Mengadopsi teknologi dan menerapkan untuk kebutuhan spesifik apapun.
- Membuat produk-produk TIK ciptaan sendiri.
- Menjalankan bisnis dengan lancar tanpa perangkat lunak proprietary.
- Membuka lapangan kerja semakin besar.
- Meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat dalam menciptakan produk-produk TIK.
Fakta dan teori di atas tidak berjalan satu arah padahal sudah ada komponen-komponen organisasi seperti ini:
- Pemerintah dengan segala macam kementeriannya.
- Komunitas pengembangan FLOSS: BlankOn, IGN, SLiMS, PlaySMS, dll.
- Aktivis advokasi: AOSI, KPLI, YPLI, Komunitas distribusi GNU/Linux/FreeBSD, Komunitas FLOSS, dll.
- Perusahaan besar pengguna FLOSS dengan penghasilan milyaran/triliyunan per tahun.
- Sekolah-sekolah dan kampus perguruan tinggi.
Jadi, di mana masalahnya?
Masalahnya menurut saya pribadi ada pada kita masing-masing manusia Indonesia. Kita bersifat:
- Egois, padahal kita diajarkan sejak SD sebagai mahluk sosial (sekalipun sekarang didukung dengan alat "media sosial").
- Merasa tidak perlu bersatu. Merasa semua ini murni hanya kompetisi bisnis, kompetisi kemampuan, kompetisi paling popular.
- Malas bekerja dengan seribu satu alasan/motivasi.
- Tidak "elegan" saat berbicara sekalipun menggunakan Bahasa Indonesia.
- Pengecut untuk meminta maaf dan memaafkan.
Padahal kalau semua masalah di atas diperbaiki dan semuanya berjalan cukup baik yang merasakan manfaat bukan hanya masing-masing individu kita tapi seluruh masyarakat Indonesia termasuk nenek tua di ujung Papua yang belum pernah kita datangi sekalipun.