15 December 2007

"Quickie Express", Kenikmatan Sesaat

Quickie Express, dirilis 22 November 2007 dan baru sore tadi saya menontonnya. Alasan saya akhirnya mau menonton film ini adalah karena ingin melihat Lukman Sardi menampilkan permainan karakter yang berbeda dari sebelumnya.
Di film ini Lukman berperan sebagai Piktor, gigolo cerdas di gigolo training center yang berkedok pizza delivery service bernama Quickie Express. Bersama Marley yang diperankan Amink, Piktor bergabung dengan satu teman seangkatan lainnya yang juga baru bergabung yaitu Jojo yang diperankan Tora Sudiro.

Saat pertama kali melihat poster film ini yang menampilkan tiga orang berseragam Tora Sudiro, Amink dan Lukman Sardi yang berlatarbelakang Patung Pembebasan Irian Barat, saya menduga bahwa film ini akan bercerita tentang tiga orang teman yang masing-masing karakternya akan saling mempengaruhi jalannya cerita dari awal sampai akhir. Dugaan saya ternyata salah. Ternyata, hanya Tora yang menjadi karakter utama di film ini. Dua teman lainnya hanya pemain pendukung yang (menurut dugaan saya) hanya ditujukan untuk "meramaikan" cerita.

Walau memainkan karakter yang berbeda, tidak ada yang istimewa dari panampilan Lukman Sardi di film ini. Peran gigolo cerdas yang dia mainkan tidak "mengharuskan" dia memainkan karakter yang lebih kuat dibanding karakter dia sebelum-sebelumnya di film lain. Sementara penampilan Tora dan Amink mudah ditebak, tidak beda seperti penampilan mereka di TV atau film-film mereka sebelumnya. Tora selalu bergaya percaya diri dan Aming dengan celetukan-celetukannya selalu membuat penonton tertawa.

Beberapa alasan ini menyebabkan saya hanya menikmati film ini sesaat-sesaat saja (tidak menyeluruh, terlebih setelah selesai dan keluar dari bioskop) :
  • Latar belakang waktu penceritaan yang tidak tegas dinyatakan dalam gambar. maksud saya, jika film ini berlatar belakang waktu jaman dulu, mengapa banyak properti modern yang ikut tampil di layar?
  • Selain cerita gigolo yang memang ada juga di Indonesia, sedikit tentang Indonesia yang bisa saya saksikan di film ini. Saya hanya melihat patung Pembebasan Irian Barat, tukang tambal ban dan komidi putar pasar malam
  • Komedi yang terputus-putus dan tidak bermakna bagi alur cerita. Ini salah satunya : Karena sudah banyak uang, Marley (tertipu) membeli banyak ikan Louhan yang ternyata ikan Piranha yang akhirnya menggigit alat kelaminnya sendiri. Bagian yang menggambarkan proses melepas ikan sekaligus menyunat alat kelamin Marley di ruang operasi oleh dokter membuat tertawa para penonton. Tapi setelah itu, tidak ada apa-apa lagi
  • Karakter Piktor dan Marley yang hilang saat cerita terfokus pada Jojo. Piktor dan Marley yang menghidupkan cerita ini, tapi seakan tidak tepakai untuk membantu menyelesaikan masalah Jojo kecuali di saat terakhir menyangga Jojo saat terjatuh dari komidi putar
Sungguh membosankan saat cerita terfokus pada masalah yang dihadapi Jojo. Terlebih, jujur saja, saya buka penggemar Tora Sudiro. Tapi untunglah ada penampilan aktor dan aktris senior yang mengobati kebosanan saya. Saya ingin memuji akting luar biasa Ira Maya Sopha (Tante Mona), Rudy Wowor (Jan Pieter Gunarto) dan Tio Pakusadewo (Matheo). Dan khusus untuk Tio Pakusadewo, saat menonton saya tidak menyangka bahwa dialah yang memerankan tokoh Matheo.

Untuk penyutradaraan, Dimas Djayadiningrat telah menghasilkan sesuatu yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Di sini, Dimas benar-benar membuat film, bukan film setan "video klip musik" seperti yang dibuat sebelumnya.

Secara keseluruhan film ini cukup bagus untuk ditonton di tengah kemonotonan tema (setan) di banyak film Indonesia saat ini. Quickie Express berani menampilkan sesuatu yang berbeda dengan kualitas produksi high end yang bisa kita nikmati (sesaat :)).

referensi :
http://www.quickieexpress.com

02 October 2007

"Mengapa Linux?" (Episode 2 Dari 3): "Haram Membajak"

Karena harganya yang tinggi, banyak masyarakat Indonesia akhirnya menggunakan aplikasi proprietary yang didapat tidak resmi atau bajakan. Ini sudah berlangsung lama dan sudah menjadi kebiasaan. Prilaku ini tidak benar dan ironisnya, sebagian dari kita sebetulnya mengerti akan hal ini.

Ada dua hukum yang kita langgar saat kita menggunakan aplikasi bajakan. Pertama, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang dengan tegas menyatakan perlindungan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Hukuman maksimal atas pelanggaran undang-undang ini adalah sampai tujuh tahun penjara dan/atau denda lima miliar rupiah.

Kedua, hukum agama.Untuk Islam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa haram terhadap produk-produk bajakan. Hal tersebut tercantum dalam Fatwa MUI No. I tahun 2003 tentang Hak Cipta yang dikeluarkan 18 Januari 2003.
Kemudian, tambah lagi, dibawah ini kutipan dari http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/4/cn/2730 :
"Ketetapan (Qoror) dari Majelis Majma` Al-Fiqh Al-Islami menyebutkan bahwa secara umum, hak atas suatu karya ilmiyah, hak atas merek dagang dan logo dagang merupakan hak milik yang keabsahaannya dilindungi oleh syariat Islam. Dan merupakan kekayaan yang menghasilkan pemasukan bagi pemiliknya. Dan khususunya di masa kini merupakan `urf yang diakui sebagai jenis dari suatu kekayaan dimana pemiliknya berhak atas semua itu. Boleh diperjual-belikan dan merupakan komoditi. (lihat Qoror Majma` Al-Fiqh Al-Islami no.5 pada Muktamar kelima 10-15 Desember 1988 di Kuwait)."

Kedua hukum di atas seharusnya kita taati, tanpa pemakluman. Jika alasan harga yang tinggi masih menjadi alasan pemakluman untuk tetap menggunakan aplikasi prorietary bajakan, maka mungkin kita belum mau taat hukum. Karena sebenarnya, sudah sejak lama tersedia solusi cerdas, efektif dan efisien, yaitu FOSS (Free/Open Source Software), aplikasi bebas/terbuka yang kaya fungsionalitas, tangguh, aman, dan murah seperti Linux (GNU/Linux).

Referensi :
http://www.kompas.com/gayahidup/news/0302/18/020254.htm
http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/4/cn/2730

29 July 2007

Recovery Partisi dengan TestDisk

Pengguna Linux juga manusia, masih baru ataupun sudah lama menggunakan Linux, tetap saja bisa melakukan kesalahan. Seperti yang saya lakukan beberapa hari yang lalu, "bermain-main" dengan aplikasi GParted yang menyebabkan semua partisi harddisk saya terhapus. Tidak masalah jika tidak ada dokumen penting di dalam partisi kita atau kita sudah membackup sebelumnya, tapi masalah besar jika hanya di dalam partisi tersebut satu-satunya salinan dokumen yang kita punya.

Beruntung ada OSS tangguh TestDisk yang dapat merecovery partisi yang hilang (termasuk hilang karena ketidaksengajaan "bermain-main" :-) ). TestDisk dapat berjalan di Sistem Operasi DOS, Win32, MacOSx dan Linux. Hampir semua jenis filesystem yang hilang dapat ditemukan oleh TestDisk termasuk FAT16, FAT32, NTFS, Swap, Ext2 dan Ext3. Berikut panduan singkat penggunaannya (contoh yang saya tunjukan berdasarkan penggunaan pada Sistem Operasi Linux distribusi Fedora):

  1. Donwload paket TestDisk yang sesuai dengan Sistem Operasi yang kita gunakan.
    Halaman downloadnya di http://www.cgsecurity.org/wiki/TestDisk_Download
    (catatan : TestDisk juga sudah terpaket pada beberapa distribusi Linux seperti PCLinuxOS, GParted dan SystemRescue atau sudah tersedia pada server repository distribusi Linux kesayangan anda)

  2. Install paket TestDisk
    Jika install dari server Fedora dengan yum : # yum install testdisk
    Jika install dari file rpm : # rpm -ivh testdisk-6.7-1.i386.rpm

  3. Jalankan Testdisk : # testdisk atau # /usr/sbin/testdisk

  4. Tentukan pilihan penyimpanan output kedalam file log


  5. Pilih harddisk yang akan di recovery kemudian pilih menu [Proceed]


  6. Pilih tipe partition yang digunakan. Pilih [Intel] untuk partisi yang dibuat dengan filesystem DOS, Win32 dan Linux


  7. Tentukan pilihan proses yang akan dilakukan. Pilih [Analyse] untuk mencari partisi yang hilang


  8. Akan ditampilkan skema partisi saat ini. Pilih [Proceed] untuk memulai proses mencari partisi yang hilang atau [Backup] untuk membackup terlebih dulu partisi saat ini.

  9. Setelah menekan [Proceed], jawab pertanyaan apakah TestDisk harus mencari juga partisi yang dibuat oleh Vista. Jawab "Yes" jika tidak yakin jawabannya.

  10. Akan ditampilkan skema partisi hilang yang ditemukan, yaitu skema partisi sebelum skema partisi saat ini. Tekan Enter untuk melanjutkan


  11. Pilih [Quit] Untuk keluar tanpa merecovery, [Search] untuk mencari partisi hilang lebih dalam atau [Write] untuk merecovery partisi yang telah ditemukan


  12. Reboot komputer

  13. Periksa partisi pada harddisk yang sudah direcovery. Jika berhasil, anda akan menemukan skema partisi anda sebelumnya
Saya sarankan untuk tidak merubah skema partisi sesaat setelah partisi kita hilang jika ingin direcovery dengan TestDisk, agar tidak memperlama proses TestDisk dalam menemukan partisi hilang yang kita maksud.
Selamat mencoba dan semoga berhasil !

Info TestDisk : http://www.cgsecurity.org/wiki/TestDisk

18 May 2007

"Mengapa Linux ?" (Episode 1 Dari 3): "Jika Bukan Linux"

Saat kita terbiasa dan merasa nyaman menggunakan sesuatu, rasanya sulit sekali untuk meninggalkannya. Apalagi sesuatu itu tidak menunjukkan pengaruh buruk yang langsung kita sadari. Kita tetap saja senang menggunakannya sekalipun sesuatu itu tidak bermanfaat, menjadi parasit, atau akan mengakibatkan pengaruh buruk (bahkan bisa sangat buruk) bagi kita. Narkotika, saya kira kita setuju benda itu menjadi contoh sesuatu tadi. Atau menurut saya, rokok, bisa juga menjadi contoh lainnya. Anda bebas juga untuk mengambil contoh lainnya yang mungkin memang Anda alami sendiri.

Kebiasaan lain yang menurut saya serupa dengan contoh di atas adalah menggunakan sistem operasi dan/atau aplikasi berpemilik (proprietary). Saya akan coba jelaskan mengapa saya berpendapat begitu.

Misalkan saja kita memperoleh satu sistem operasi berpemilik dengan cara yang benar, yaitu membelinya pada distributor resmi yang ditunjuk oleh pembuat sistem operasi tersebut. Untuk membelinya, kita harus mengeluarkan uang yang biasanya, menurut ukuran kondisi ekonomi saya, tidak sedikit. Ya, ini adalah proses jual beli biasa. Pembuat sistem operasi menjual barangnya dan kita membelinya. Tapi bagaimana jika persediaan uang kita sedikit, sementara kebutuhan kita untuk makanan, kesehatan dan pendidikan tidak dapat dikesampingkan?

Baiklah, misalkan saja kita punya tabungan atau warisan yang banyak untuk membelinya sehingga uang tidak lagi menjadi masalah untuk mendapatkan sistem operasi tersebut. Kita akan pasang sistem operasi itu di komputer kita dan menjalankannya. Lalu, bagaimana jika terjadi error, bugs, atau masalah lain pada sistem operasi tersebut, sementara kita sudah membayar mahal untuk mendapatkannya? Tentu saja, kita akan melaporkan masalah tersebut kepada si pembuat lalu menunggu si pembuat memperbaikinya dan menambahkan perbaikannya pada sistem kita. Karena seperti kita ketahui, sistem operasi atau aplikasi berpemilik beserta kode sumber programnya hanya dimiliki si pembuat sehingga hanya si pembuat saja yang berhak membangun atau memperbaiki program tersebut. Perhatikan bahwa terdapat waktu jeda dari saat kita mendapatkan masalah sampai dengan masalah terselesaikan, yaitu waktu bagi si pembuat untuk memperbaiki masalah, karena hanya dialah yang berhak memperbaiki masalahnya.

Sebut saja waktu menunggu tidak masalah juga buat kita karena kita sudah setia kepada si pembuat sistem operasi. Tapi bagaimana jika si pembuat sistem operasi tidak setia kepada kita? Di situs resmi atau di mailing listnya si pembuat mengumumkan bahwa dukungan perbaikan masalah pada sistem operasi yang kita gunakan dihentikan. Si pembuat juga memberi saran agar kita berpindah ke sistem operasi versi terbaru yang dikeluarkannya untuk mendapatkan teknologi terbaru dan dukungan perbaikan masalah yang baru. Bagaimana jika semua itu terjadi (dan biasanya memang terjadi), sementara kita sudah terbiasa dengan sistem operasi yang kita gunakan? Ya, kita bisa mendapatkan sistem operasi versi terbaru yang dikeluarkan si pembuat dengan tampilan yang lebih manis dan prosedur penggunaan yang hampir sama. Untuk itu, tentu saja kita harus mengeluarkan uang yang biasanya lebih banyak dari sebelumnya, kadang ditambah lagi kebutuhan perangkat keras yang lebih tinggi dibandingkan spesifikasi yang sudah ada. Jika kita mengikuti si pembuat, saya menyebut kita telah mengalami ketergantungan. Dan ini bisa terjadi berulang-ulang dan terus menerus.